Tarif PPh Badan: Poin Penting dalam Penghitungan Pajak Badan
Konten [Tampil]
Selain orang pribadi, subjek pajak lain yang memiliki kewajiban membayar pajak adalah badan. Menurut ketentuan perpajakan, yang dimaksud dengan badan adalah sekumpulan orang atau modal yang menjadi suatu kesatuan, dengan tujuan untuk melakukan usaha ataupun tidak melakukan usaha.
Bentuk-bentuk badan antara lain adalah perseroan komanditer, perseroan terbatas, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, firma, koperasi, kongsi, dana pensiun, yayasan, lembaga, organisasi massa, organisasi sosial politik, dan bentuk lainnya. Tidak hanya itu, badan juga dapat berbentuk perkumpulan seperti asosiasi, perhimpunan, dan ikatan.
tarif pph badan
Cara Menghitung PPh Badan
Sebagai subjek pajak dalam negeri, badan memiliki kewajiban untuk membayar pajak sejak saat didirikan atau berkedudukan di Indonesia. Kewajiban tersebut akan berakhir ketika badan dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia.
Untuk menghitung pajak yang dikenakan pada badan atas penghasilan yang didapatkan, berikut mekanisme yang umum digunakan.
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
Untuk mendapatkan nominal penghasilan kena pajak badan, kurangi penghasilan neto fiskal dengan kompensasi kerugian fiskal. Apa itu penghasila neto fiskal?
Penghasilan neto fiskal adalah penghasilan neto yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri, baik dari kegiatan usaha maupun bukan, setelah melewati penyesuaian fiskal yang berdasarkan ketentuan perpajakan.
Sementara itu, kompensasi neto fiskal adalah kerugian yang dialami badan. Apabila menggunakan pembukuan, kerugian tersebut dapat dikompensasi selama lima tahun secara berturut-turut.
Nah, hasil dari pengurangan penghasilan neto fiskal dan kompensasi kerugian fiskal tersebut adalah besaran penghasilan kena pajak yang dimaksud.
Penghitungan PPh Terutang
Untuk mendapatkan nominal PPh terutang atau Pajak Penghasilan yang dibayarkan, wajib pajak dapat mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak yang berlaku.
Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) bagian b UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, tarif pajak yang dikenakan kepada badan adalah 25%. Besar tarif ini mulai berlaku pada tahun pajak 2010.
Tarif lebih rendah dapat dikenakan kepada wajib pajak badan dalam negeri dengan ketentuan sebagai berikut:
1.Berbentuk perseroan terbuka.
2.Memiliki sedikitnya 40% jumlah keseluruhan saham yang disetor dan diperdagangkan di bursa efek Indonesia.
3.Tarif yang dikenakan sebesar 5% lebih rendah daripada tarif normal.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka cara menghitung tarif PPh badan adalah sebagai berikut:
Apabila suatu badan memiliki jumlah Penghasilan Kena Pajak senilai Rp1.000.000.000, maka tarif PPh badan yang harus dibayarkan adalah 25% x Rp1.000.000.000 = Rp250.000.000.
Sementara itu, penghasilan yang dipotong dengan Pajak Penghasilan yang bersifat final, tidak termasuk dalam ketentuan ini. Tarif pajak final diatur dalam aturan tersendiri berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan Lain Mengenai PPh Badan
Selain mekanisme penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan penghitungan PPh terutang, ada pula hal lain yang perlu dipahami sebelum PPh badan. Salah satunya, mengetahui maksud peredaran bruto dan kepentingannya dalam penghitungan PPh Badan.
Peredaran bruto adalah seluruh penghasilan yang diterima, baik orang pribadi maupun badan. Catatan mengenai peredaran bruto dapat diketahui melalui pembukuan yang dilaksanakan oleh badan dalam satu tahun.
Apabila wajib pajak memilih untuk tidak melakukan pembukuan, maka PKP akan dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Sebaliknya, jika Wajib Pajak melakukan pembukuan yang benar, penghitungan PKP dilakukan berdasarkan catatan yang tertulis di pembukuan.
Dalam hal menghitung penghasilan neto fiskal untuk PKP, jumlah peredaran bruto dapat dikurangi oleh biaya-biaya yang terpakai.
Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang dimaksud dapat dilihat dalam pasal 14 UU No. 36 Tahun 2008 tentang PPh. Berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, Norma Penghitungan Penghasilan Neto dibagi dalam 2 jenis berdasarkan jumlah peredaran bruto, yaitu:
Peredaran Bruto sampai dengan 50 miliar rupiah
Wajib pajak badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto hingga Rp50 miliar akan mendapatkan pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif yang berlaku pada Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008.
Tarif ini dikenakan atas penghasilan kena pajak dari peredaran bruto yang berjumlah Rp4,8 miliar.
Jadi, penghitungan PPh Badan yang terutang dengan peredaran bruto kurang dari Rp50 miliar adalah:
Peredaran bruto kurang atau sama dengan Rp4,8 miliar adalah 50% x 25% x penghasilan kena pajak.
Peredaran bruto lebih dari Rp4,8 miliar sampai Rp50 miliar adalah [(50% x25%) x penghasilan kena pajak yang memperoleh fasilitas] + [25% x penghasilan kena pajak tidak memperoleh fasilitas].
Peredaran Bruto di atas Rp50 miliar
PPh badan terutang dengan peredaran bruto di atas Rp50 miliar akan dihitung berdasarkan ketentuan umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif. Jadi, besar PPh badan tetap 25% dikalikan penghasilan kena pajak.